Cerita ODE, Sang Kartini dari Kota Wali 

    Cerita ODE, Sang Kartini dari Kota Wali 

    Makassar-Cerita ini dari kartini yang berprofesi sebagai Guru PAUD sang pejuang Orang Dengan Epilepsi. Pada laman medsos komunitas epilepsi indonesia namanya, Atik Sugiarti S. Kom. I (34) tahun asal kota  wali, dikenal juga kota Santri, serta kuliner populernya Soto, tepatnya Kudus Jawa Tengah. 

    Atik Sugiarti salah satu Kartini-Orang Dengan Epilepsi (Gran Maall) di Indonesia bahkan dunia. Atik menyebutkan, cerita dari orang tua dirinya mengalami anfal atau kejang-kejang sewaktu kecil duduk dibangku kelas 6 SD, lantaran pernah jatuh dan kepalanya terbentur lantai. 

    Waktu itu orang tua belum begitu faham dan tidak berpengalaman, mereka menganggap epilepsi hanya penyakit biasa. Menurut dia hanya pengen muntah-muntah terus dan mereka mengira penyakit cacingan, dahulu hanya dibelikan obat yang dijual di warung.

    "Ketika memasuki bangku MTs/SMP mulai banyak kegiatan, sehingga terjadilah kejang sebanyak 3 kali hingga 4 kali dalam sebulan, hal ini dikarenakan banyak kegiatan, sekolah jauh dan menempuhnya dengan naik sepeda, " ungkap Atik Sugiarti pada laman facebooknya. Senin, 7 Maret 2022. 

    Lanjutnya, pada tahun 2001/2002 saat memasuki bangku Madrasah Aliayah (MA/SMA), ketika itu masih duduk di kelas 2 mengalami kejang-kejang tidak seperti biasa, dalam sehari bisa 5 kali/lebih. 

    Kemudian pada akhirnya orang tua memeriksakannya ke doktet syaraf dan menebus obat "carbamazepin" sebanyak 3 tablet saja, hal ini dikarenakan uang ayahnya kurang.  Obat tersebut diminum sehari 2 x 1 tablet. 

    Dari pengakuan Atik, tahun demi tahun mengalami kejang hanya dibelikan obat carbamazepin yang di beli di apotek tanpa resep dokter. 

    "Karena tidak mempunyai resep dokter, orang tuanya urung membeli obat yang dimaksud, padahal ketika itu saya mengalami kejang hebat hingga tak sadarkan diri selama 10 menit dan banyak mengeluarkan air liur, ahirnya orang tua kebingunan, " ujarnya. 

    Setelah lulus SMA/MA ingin melanjutkan kuliah di UNES, namun orang tua tidak mengizinkan. Atas dasar cita-cita yang kuat menjadi guru, maka dirinya melanjutkan ke perguruan tinggi di kota Kudus saja. Atas izin orang tua, lalu meneruskan kuliah di STAIN/(IAIN) Kudus, kuliahnyapun bermodalkan niat dan nekat. 

    "Orang tua saya terbilang golongan ekonomi  menengah ke bawah, hal itu yang mengharuskan saya kuliahnya naik sepeda sampai terminal Kudus, terus nyambung naik angkot ke kampus, rutinitas ini membuat saya kecapean ketika kuliah. Agar tetap bisa membiayai kuliah, biaya pengobatan medis mulai disiplin dengn uang pribadi, " kenang Atik.

    Singkat cerita, di tahun 2010 saya lulus kuliah dan mulai mengajar sebagai guru PAUD di Kelompok Bermain Muslimat NU THOLIBIN Desa Tanjung Karang Kecamatan Jati Kabupaten Kudus Jawa Tengah hingga sekarang. 

    Gaji sebagai tenaga pendidik di PAUD yang tidak sepadan dengan pengeluaran buat berobat ke dokter spesialis syaraf begitu mahal, memang terasa berat. Akhirnya, ungkap Ati untuk meringankan biaya berobat pada tahun 2015 mulai membuat BPJS mandiri sampai sekarang. 

    Menurut tenaga pendidik PAUD Kelompok Bermain Muslimat NU THOLIBIN tantangan yang dihadapi penyandang epilepsi alias Orang Dengan Epilepsi (ODE) yakni 5K (Kecapekan, Kepikiran, Kedinginan, Kelaparan dan Kepanasan).  

    Tantangan lain yang harus dihadapi ODE, pertama masyarakat masih banyak yang belum faham tentang epilepsi, stigma negatif bisa menular membuat orang yang melihat ODE kejang-kejang itu jijik serta tidak mau memberikan pertolongan. 

    Selanjutnya, ODE ini oleh masyarakat masih dianggap penyakit kutukan, keturunan, sehingga dikucilkan dari pergaulan.

    Ketiga seorang ODE merasa malu bersosialisasi dengan masyarakat, dikhawatirkan menjadi bahan perundungan (cemoohan). Keempat, ODE tidak bisa dipaksa bekerja terlalu berat seperti orang normal pada umumnya dan banyak batasan-batasan kegiatan yang harus dihindari.

    "Bagi saya ODE merasa susah mendaptkan pasangan hidup karena kekurangan ini. Meski tidak semuanya seperti itu, " jelasnya lagi.

    Seperti yang disampaikan om Melky, untuk menghadapi tantangan selain 5K tadi, memang harus dipenuhi yakni, harus teratur minum obat dan displin. Kontrol ke dokter spesialis syaraf agar mendapat obat anti kejang yang cocok. 

    Memang tidak mudah, tapi terpenting harus percaya diri, berfikir positif, olahraga, meditasi. Sebagai ODE harus bisa menerima takdir, jangan lupa selalu berdoa dan tawakkal. 

    "Harapan saya bahwa penyakit epelepsi ini bisa disembuhkan dan kita harus berfikiran positif dan masyarakat awam sudah seharusnya mendapatkan pembinaan atau edukasi, bahwa epilepsi ini tidak menular dan bukan penyakit kutukan, bahkan bukan penyakit keturunan, epilepsi juga bukan aib keluarga, selain itu masyarakat mayoritas ini harus tahu tata cara memberi pertolongan pertama bagi ODE yang kejang-kejang, " beber Atik.  

    Mengakhiri ceritanya, Atik Sugiarti yang tercatat sebagai tenaga pendidik di PAUD Kelompok Bermain Muslimat NU THOLIBIN. Sebuah Yayasan yang dikelola ibu-ibu muslimat dibawah naungan Nahdhotul Ulama ini menyampaikan permohonan maaf. Dia juga menuliskan pesan moral, semoga teman-teman ODE dan pendampingnya berikan kesehatan, kesembuhan tetep sabar dan bersyukur selalu, akan indah pada waktunya. Aamiin.

    Ode Epilepsi
    Subhan Riyadi

    Subhan Riyadi

    Artikel Sebelumnya

    Laksanakan Kerja Sama dengan PT Bank Mandiri,...

    Artikel Berikutnya

    Wakil Walikota dan Ketua TP PKK Makassar...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Hendri Kampai: Merah Putih, Bukan Abu-Abu, Sekarang Saatnya Indonesia Berani Jadi Benar
    Hendri Kampai: Swasembada Pangan dan Paradoks Kebijakan
    Hendri Kampai: Negara Gagal Ketika Rakyat Ditekan dan Oligarki Diberi Hak Istimewa
    Hendri Kampai: Pemimpin Inlander Selalu Bergantung pada Asing
    Hendri Kampai: Harta Karun Indonesia, Jangan Sampai Jatuh ke Tangan yang Salah!

    Ikuti Kami